RENUNGAN KHUSUS


SALIB KRISTUS
ALASAN KITA UNTUK HIDUP KUDUS


1 Petrus 1:14-16 berkata: Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.

Bulan ini kita memperingati kembali peristiwa Penyaliban Tuhan Yesus, di mana Ia mati di atas kayu salib untuk menanggung setiap dosa dan pelanggaran kita, tetapi pada hari yang ketiga, Dia bangkit dari kubur, dan hidup selama-lamanya. Pengorbanan Kristus di kayu salib adalah bukti nyata akan kasih Allah yang sempurna kepada setiap umat manusia yang percaya kepada-Nya. Sebagai Allah yang Maha Kuasa, Dia adalah Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, tetapi juga Allah yang Maha Adil. Dalam keadilan-Nya, setiap orang yang jahat, yang berbuat dosa, karena tidak mentaati dan melanggar perintah-perintahNya harus menerima hukuman. Tetapi karena kasih-Nya yang begitu besar, khususnya terhadap ciptaan-Nya yang termulia, yang diciptakan serupa dan segambar dengan-Nya, yaitu manusia, maka Allah Bapa mengutus Yesus Kristus untuk mati di kayu salib, demi menebus dan menghapus dosa umat manusia agar siapapun yang percaya dan menerima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat, tidak binasa. Oleh pengorbanan-Nya itulah kita dibenarkan, dan oleh darah-Nya yang tercurah, kita dikuduskan. Salib adalah jalan pendamaian antara manusia dengan Allah. Melalui pendamaian, pembenaran dan pengudusan yang Tuhan Yesus kerjakan maka kita boleh bersekutu kembali dengan Allah tanpa ada yang menghalangi. Namun setelah Dia menyucikan dan menguduskan kita, Dia mau supaya kita hidup dalam kekudusan. Dia mau agar karya-Nya di kayu salib sungguh menjadi nyata dalam kehidupan kita sehari-hari. Itu sebabnya ayat Firman Tuhan tadi menunjukkan perintah Allah bahwa kita yang sudah dikuduskan, wajib hidup dalam kekudusan itu.

1 Tesalonika 4:3,7-8: “Karena inilah kehendak Allah: pengudusanmu, yaitu supaya kamu menjauhi percabulan,… Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus. Karena itu siapa yang menolak ini bukanlah menolak manusia, melainkan menolak Allah yang telah memberikan juga Roh-Nya yang kudus kepada kamu.”

Hidup dalam kekudusan adalah bukti nyata atau buah dari pertobatan kita. Ada 7 (tujuh) alasan mengapa kita harus meninggalkan dosa dan hidup dalam kekudusan:
1. Dosa Memisahkan Kita Dari Allah
Yesaya 59:1-2 berkata: “Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu.”

Apakah setelah kita percaya kepada Tuhan, kita tidak pernah berbuat salah lagi? Jawabannya: tentu tidak. 1 Yohanes 1:9 memberikan kita jawaban, yaitu kita harus datang dan minta ampun kepada Tuhan. Di ayat 7 sebelumnya dikatakan bahwa Darah Yesus menyucikan kita kembali. Pengakuan adalah penyelesaian di hadapan Tuhan. Selama kita belum mau mengakui dan minta ampun, maka dosa itu tetap ada. Inilah yang menjadi penghalang dan pemisah antara kita dengan Tuhan. Bagaimana mungkin kita berani minta di berkati Tuhan, tetapi pada waktu yang sama kita melakukan apa yang jahat dimata Tuhan? Sebab itu bertobatlah!

2.  Dosa Membuat Hati Kita Menjadi Keras
Kisah Para Rasul 7:51 berkata: “Hai orang-orang yang keras kepala dan yang tidak bersunat hati dan telinga, kamu selalu menentang Roh Kudus, sama seperti nenek moyangmu, demikian juga kamu.”

Dosalah yang membuat kita mengeraskan hati terhadap firman Tuhan, karena firman Tuhan akan selalu menempelak dosa dan kesalahan kita. Dosa membuat kita susah untuk diajar dan berubah, bahkan kita selalu berusaha mencari pembenaran diri atas kesalahan yang kita buat. Akhirnya kita jadi orang yang susah untuk diajar dan ditegur Tuhan, sehingga kita akan selalu menentang dan mendukakan Roh Kudus yang ada di dalam kita.

Ibrani 3:13;  “Tetapi nasihatilah seorang akan yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan “hari ini”, supaya jangan ada di antara kamu yang menjadi tegar hatinya karena tipu daya dosa. “

3. Dosa Membuat Kerohanian Kita Tidak Maksimal
1 Korintus 6:19-20 berkata: “Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, --dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!”

Kita dipanggil untuk hidup memuliakan Tuhan, tetapi kehidupan dalam dosa telah membuat kita membuang-buang waktu yang telah Tuhan berikan. Hidup jadi maksimal kalau seluruh aktifitas dan kegiatan ada dalam kehendak dan rencana Tuhan.

4. Dosa Menghancurkan, Tetapi Kekudusan Menghindarkan Diri Kita Dari Kehancuran
Yohanes 10:10: “Tuhan Yesus berkata: Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.”

Dosa adalah kesempatan iblis untuk menghancurkan hidup kita. Tuhan mau kita memiliki hidup yang berkelimpahan dalam segala aspek di dalam Dia. Tapi pilihannya ada di tangan kita! Kalau kita mentaati perintah-perintah-Nya, kita hidup dalam firman-Nya, janji itu pasti kita alami. Tapi kalau kita tidak mau taat, kita tetap tinggal dalam dosa dan terus melanggar perintah Allah, maka kehancuran akan kita alami. Sebenarnya, akar penyebab dari segala persoalan dan masalah yang kita alami, bersumber dari kesalahan kita sendiri. Memang ini yang iblis kehendaki, supaya dia tetap memegang kendali hidup kita dan kita menjadi bulan-bulanannya.

Sebab itu pilihlah untuk hidup dalam kebenaran, selaras dengan Galatia 6:7“Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya.”

Jangan mempermainkan kasih karunia Allah yang Dia berikan yakni dengan sengaja berbuat dosa dan bahkan tidak takut sama sekali kepada Tuhan. Apa yang kita tabur akan kita tuai jika kita tidak bertobat.
               
5. Kekudusan Menjadikan Kita Sebagai Orang Yang Bisa Dipercaya
Yeremia 5:25, “Kesalahanmu menghalangi semuanya ini, dan dosamu menghambat yang baik dari padamu.”

Matius 25:21, berkata: “Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.”

Alasan kita harus hidup dalam kekudusan adalah karena faktor ‘trust atau kepercayaan’. Sebagai Bapa yang Maha Baik dan Maha Kaya, Dia mau percayakan kita perkara-perkara yang besar. Tapi itu semua dimulai dari kedewasaan kita dalam menangani perkara-perkara sederhana. Kalau kita masih jatuh bangun dalam dosa, artinya kita belum dewasa dan belum bisa dipercaya. Kekudusan adalah tanda kedewasaan sebagai orang percaya. Sama seperti seorang anak adalah ahli waris dari semua kekayaan yang dimiliki oleh orang tuanya. Tapi semua kekayaan itu baru akan diberikan ketika anak itu telah dewasa, bisa dipercaya dan bertanggung jawab. Kekudusan kita menentukan kepercayaan Tuhan dalam hidup kita. Tinggalkan dosa. Tinggalkan sifat yang kanak-kanak.

6.   Kekudusan Membuat Kita Berjalan Dalam Kuasa dan Kemuliaan Allah
Yohanes 14:12: “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa; “

Yosua 3:5: “Berkatalah Yosua kepada bangsa itu: “Kuduskanlah dirimu, sebab besok TUHAN akan melakukan perbuatan yang ajaib di antara kamu.”

QUOTE:
Ibrani 12:14, “Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan,
sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan.”


Kekudusan adalah kunci untuk mengalami kuasa dan kemuliaan Tuhan dinyatakan. Hal yang sangat penting untuk kita sadari adalah bahwa Tuhan mau kuasa sorgawi itu dinyatakan di bumi, melalui hidup kita. Kuncinya adalah Hidup Kudus. Tanpa kekudusan Alkitab berkata kita tidak akan melihat Allah. Kata ‘melihat’ di sini yang dimaksud ialah mengalami keberadaan Allah, kehadiran Allah, kuasa dan mukjizat-Nya.

Kekudusan membuat diri kita dekat dengan Tuhan. Waktu kita semakin dekat dengan Tuhan, kita semakin intim, maka iman kita bangkit, iman kita tambah besar, sehingga dari dalam diri kita sendiri kita begitu yakin akan kuasa Tuhan, maka kuasa Tuhan pasti kita alami. Waktu kita hidup kudus, manifestasi kuasa Roh Kudus semakin bertambah-tambah dalam hidup kita, bahkan kita akan dipakai untuk menyatakan mukjizat-mukjizat-Nya tidak hanya dalam hidup kita. Hidup kita menjadi bejana kemuliaan-Nya. Persis seperti apa yang tertulis dalam 2 Timotius 2:19-21.

7. Kekudusan Menjadikan Kita Mempelai Yang Siap Diangkat Ke Surga
Wahyu 19:7-8 firman Tuhan berkata:  “Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! Karena hari perkawinan Anak Domba telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap sedia. Dan kepadanya dikaruniakan supaya memakai kain lenan halus yang berkilau-kilauan dan yang putih bersih!” (Lenan halus itu adalah perbuatan-perbuatan yang benar dari orang-orang kudus.)

Kita sedang berada di ujung akhir zaman. Kita sedang menanti-nantikan kedatangan Kristus yang kedua kali, di mana gereja Tuhan akan mengalami Pengangkatan. Setiap orang percaya yang diangkat akan masuk dalam ‘Pesta Perjamuan Kawin Anak Domba’. Kristus sebagai mempelai pria, kepala gereja, akan dipersatukan dengan tubuh-Nya, mempelai wanita yaitu kita gereja-Nya. Disebutkan bahwa kepada mempelai wanita dikaruniakan supaya memakai jubah pengantin yaitu lenan halus yang putih bersih, yang artinya diberikan keinginan dan kemampuan untuk hidup kudus (Filipi 2:13-14).

AKHIRNYA, kekudusan dan hidup dalam kebenaran adalah ciri dari orang-orang yang pasti masuk dalam Pesta Perjamuan Kawin ini. Orang-orang yang diangkat dan masuk dalam pengangkatan adalah orang-orang yang hidup dalam kekudusan dan perdamaian dengan Tuhan. Mereka yang hidup dalam dosa, tidak akan diangkat, melainkan akan tertinggal dan masuk dalam masa penganiayaan antikris. Oleh karena itu, selagi masih ada waktu, marilah kita hidup sungguh-sungguh dengan Tuhan. Hidup mengasihi Tuhan, maka Tuhan pasti mengangkat kita dan kita akan hidup bersama-sama dengan Dia untuk selama-lamanya. Amin.






RENUNGAN KHUSUS


ALLAH YANG KEKAL


Hormat dan kemuliaan sampai selama-lamanya bagi Raja segala zaman, Allah yang kekal, yang tak nampak, yang esa! Amin. (1 Timotius 1:17)

Kita sering mendengar ungkapan: “Kok, kayaknya Allah di Perjanjian Lama berbeda ya...dengan Allah di Perjanjian Baru?” Ungkapan seperti ini  seringkali kita dengar; baik dari orang yang baru pertama kali membaca (mempelajari) Alkitab, maupun dari orang yang sudah lama membaca Alkitab.

Banyak dari mereka yang baru membaca atau kurang memahami Alkitab, lalu mengambil kesimpulan bahwa Allah Perjanjian Lama (PL) dan Allah Perjanjian Baru (PB) sungguh berbeda. Dalam Perjanjian Lama dipersepsikan sebagai Pribadi yang mudah sekali murka (Yesaya 23:16), penghukum (Yehezkiel 18:30) dan penuntut balas (I Samuel 15:2). Dia juga Allah yang mengatakan agar kita mengasihi sesama manusia dan membenci musuh kita; mata ganti mata, gigi ganti gigi! (Keluaran 21:24). Sedangkan Allah dalam Perjanjian Baru  dilukiskan sebagai Allah yang penuh kasih (Yohanes 3:16) dan pengampun (Yohanes 8:11).

Penganut paham hyper grace yang mengagung-agungkan kasih karunia membentuk  persepsi yang salah antara Allah Perjanjian Lama dengan Allah Perjanjian Baru. Jika kita hanya membaca Alkitab beberapa ayat saja dan tidak keseluruhan, maka kita akan berkesimpulan bahwa Allah dalam Perjanjian Lama berbeda dengan Allah dalam Perjanjian Baru. Oleh sebab itu, jika kita membaca Alkitab, jangan hanya sebagian-sebagian saja, tetapi harus seluruhnya, supaya kita mengerti siapa Allah kita sebenarnya. Janganlah kita terpengaruh oleh pandangan yang menyesatkan!!! 

Pemahaman seperti ini bisa lahir dari mereka yang tidak secara lengkap dalam mempelajari Alkitab, hanya sekedar mengutip beberapa ayat, lalu membuat opini yang selanjutnya menjadi sebuah pemahaman dan pandangan yang menyesatkan pengikutnya. Dengan mengatakan bahwa Allah Perjanjian Lama dan Allah Perjanjian Baru adalah dua Allah yang berbeda, mereka telah memutarbalikkan Firman Allah!!

Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa Allah itu adalah Raja segala Zaman, Allah yang kekal, Allah yang Esa (1 Timotius 1:17), dan lagi Tuhan Yesus sendiri menyatakan dalam Wahyu 1:8, “Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa.”

Kalau kita mempelajari dengan teliti dan benar, maka kita akan menemukan bahwa Allah Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah Allah yang sama; baik pribadi, karakter, kuasa serta seluruh keberadaan-Nya:

1. Allah dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, sama-sama Penuh Kasih dan Pengampunan
Dalam Perjanjian Lama Allah dikatakan sebagai ”penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya” seperti dengan sangat jelas tertulis dalam ayat-ayat berikut:
Keluaran 34:6
“Berjalanlah TUHAN lewat dari depannya dan berseru: “TUHAN, TUHAN, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya.”
• Ulangan 4:31
“Sebab TUHAN, Allahmu, adalah Allah Penyayang, Ia tidak akan meninggalkan atau memusnahkan engkau dan Ia tidak akan melupakan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu.”
• Nehemia 9:17
“Mereka menolak untuk patuh dan tidak mengingat perbuatan-perbuatan yang ajaib yang telah Kaubuat di antara mereka. Mereka bersitegang leher malah berkeras kepala untuk kembali ke perbudakan di Mesir. Tetapi Engkaulah Allah yang sudi mengampuni, yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia-Nya. Engkau tidak meninggalkan mereka.”

Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang dicatat dalam Perjanjian Lama, contohnya antara lain: Mazmur 86:5, 15; 108:4; 145:8; Yoel 2:13.

Dalam Perjanjian Baru terdapat begitu banyak ayat yang menyatakan  kasih Allah yang begitu besar, yang mungkin dapat terangkum dalam Yohanes 3:16, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”

2. Allah Dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sama-sama menghukum orang-orang berdosa yang tidak mau bertobat
Dalam Perjanjian Lama, kita menemukan bahwa Allah memperlakukan Israel dengan cara yang sama seperti seorang ayah yang pengasih terhadap anak-anaknya (Amsal 3:12; Ulangan 32:6). Saat mereka dengan sengaja berdosa kepada-Nya dan menyembah berhala, Allah akan menghukum mereka. Namun setiap kali mereka  bertobat dari penyembahan berhala, Allah menolong dan membebaskan mereka. Sebaliknya murka Allah dicurahkan atas orang-orang berdosa yang tidak mau bertobat.

Allah yang sama juga bersikap demikian terhadap orang-orang Kristen dalam Perjanjian Baru. Ibrani 12:6 berkata,  ”Tuhan  menghajar  orang  yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak.” Yesus berbicara banyak mengenai neraka sebagai tempat bagi orang-orang yang tidak mau bertobat.

Berdasarkan penjelasan di atas jelaslah bahwa pandangan yang menyatakan bahwa Allah Perjanjian Lama berbeda dengan Allah Perjanjian Baru;  sungguh tidak sesuai dengan Alkitab. Ini pengajaran yang menyesatkan! Ini bukan pengajaran yang baru muncul beberapa tahun belakangan ini, melainkan salah satu bidat (pengajaran sesat) dalam gereja yang diajarkan oleh Marcion pada abad ke-4 Masehi.

“Allah dalam Perjanjian Lama sama dengan Allah dalam Perjanjian Baru. Allah adalah Allah yang Kekal (Everlasting God), DIA tidak berubah. DIA tetap sama baik dulu, sekarang dan bahkan  sampai selama-lamanya karena DIA sempurna adanya.”

Persepsi bahwa - “Allah dalam Perjanjian Baru” hanya mempunyai kasih karunia – tidak sama dengan “Allah dalam Perjanjian Lama” – adalah kekeliruan yang besar. Hal itu meniadakan aspek didikan dan hajaran Allah sebagai seorang Bapa terhadap anak-anak yang dikasihi-Nya. Kesalahpahaman itu akan menggiring perjalanan rohani orang percaya kepada hidup yang liar dan akhirnya kehilangan keselamatan! (AR)

Quote:
Allah dalam kasih-Nya menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya.
Manusia dalam pemberontakannya berusaha ‘menciptakan’ Allah menurut gambar dan rupa mereka ini adalah intisari dari penyembahan berhala.


Quote:
Pada jaman dahulu manusia menyembah berhala dari logam.
Jaman sekarang manusia menyembah berhala dalam pikiran.




Translate