MULTIPLIKASI


MULTIPLIKASI

Multiplikasi dapat dialami dalam dua dimensi, kuantitas (jumlah) maupun kualitas (nilai). Harus diingat bahwa untuk mengalaminya tentu harus ada campur tangan Tuhan. Sebab mengalami multiplikasi di luar Tuhan itu kesia-siaan. Tuhan harus menjadi prinsip dasar dan utama dalam multiplikasi. Ia mengetahui caranya sebab Ia-lah yang empunya “cara atau jalan”. Firman Tuhan berkata “ada jalan yang kelihatannya lurus, tapi akhirnya jalan itu menuju maut – BIS (Amsal 16:25). Ini berarti orang percaya harus bertanya kepada Tuhan bagaimana caranya. Janganlah kita ‘berlagak’ tahu, padahal ujungnya menuju maut. Dengan kata lain tidak mengalami apa-apa.

Tommy Barnet berkata “multiplikasi adalah cara Tuhan untuk menghasilkan pertumbuhan yang berlipat ganda di akhir zaman.” Orang yang didorong oleh tujuan Tuhan, dipenuhi oleh Roh Kudus dengan impian-impian visioner, dan berdoa meminta kuasa-Nya, akan melipatgandakan gereja dalam generasi ini. Hasil-hasil multiplikasi adalah tuaian akhir zaman berskala besar bagi Kerajaan Allah. Bahwa kebangunan rohani yang saat ini tengah melanda Indonesia adalah kebangunan rohani multiplikasi. Untuk mengalaminya harus mengikuti caranya Tuhan yang dituntun dan digerakan oleh Roh Kudus.

Mari kita renungkan bersama bagaimana caranya seseorang mengalami multiplikasi. Mungkin Anda dan saya berkata ‘bukankah aku yang melakukan?’ Benar! Kita yang melakukannya tetapi “jika ingin mengalami multiplikasi yang sesungguhnya, maka harus bertanya kepada Tuhan bagaimana caranya”. Ia tahu caranya.


1. Andalkan Tuhan vs
    Jangan Andalkan Diri Sendiri

“Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!”, tetapi sebaliknya “Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!” – Yeremia 17:5,7.

Di dalam multiplikasi seseorang dapat mengalami penambahan dan pengembangan dan hal ini hanya terjadi jika mengandalkan Tuhan sebaliknya jika mengandalkan kekuatan sendiri; terkutuk.

Terkutuk dalam hal ini bisa merupakan kemandekan, statis, tidak bertambah, tidak berkembang, dan bahkan merosot. Mengandalkan diri sendiri sama pengertiannya merasa mampu mengerjakannya, tahu caranya, tahu jalannya dan tidak perlu bertanya kepada Tuhan. Atau mungkin kita bisa saja berdoa tetapi tidak seperti yang dikehendaki Tuhan, misalnya: Tuhan saya mau membuka usaha. Tuhan saya mau memulai bisnis yang baru, Tuhan mau begini dan begitu.

Yang disebut mengandalkan Tuhan adalah kita harus sungguh-sungguh duduk di bawah kaki Tuhan, bertanya dan terus bertanya kepada Tuhan tentang cara, tempat, dan waktu nya Tuhan. Banyak dari kita yang kurang mampu untuk menangkap apa yang menjadi kehendaknya Tuhan. Tetapi peganglah satu hal ini; jika sikap hati kita dalam berdoa adalah menyerahkan segala pilihan tentang cara, tempat, dan waktu tadi kepada kedaulatan Tuhan; kedepannya kita akan berjalan di dalam jalannya Tuhan. Namun ingatlah bahwa itu tidak berarti karena Tuhan yang memberikan cara dan jalannya maka tidak ada masalah. Masalah pasti ada. Ketika kita benar-benar diperhadapkan dengan masalah dan saat itu juga kita datang kepada Tuhan, maka Tuhan akan berkata, “Ya anak-Ku, Aku tahu masalahmu dan Aku tahu bagaimana caranya menyelesaikan masalahmu.”

2. Mengikuti Nasehat Tuhan vs
    Nasehat Orang Fasik

”Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil.” Mazmur 1:1–3

Kata kerja berjalan, berdiri, dan duduk dalam ayat tersebut diatas melukiskan langkah-langkah khas dari orang fasik yang harus dihindari oleh orang benar; menerima prinsip-prinsip orang fasik, ikut terlibat dalam praktik-praktik orang berdosa, dan akhirnya bergabung dengan orang-orang yang suka mencemooh secara terbuka. Perhatikan ungkapan paralel di antara ketiga kata kerja tersebut serta anak-anak kalimat yang memberikan batasan. Sesudah itu perhatian dialihkan dari penolakan yang negatif kepada kesenangan yang positif. Orang semacam itu senantiasa merenungkan atau memperkatakan firman Tuhan. Sebagai hasilnya, dia menjadi makin seperti “pohon yang ditanam” dengan akar-akar di dalam realitas abadi. Ia terus memiliki vitalitas dan dijamin akan berhasil pada akhirnya sebab ia telah mengandalkan Allah secara kokoh.

Mazmur 1:1-3 memperhadapkan kepada kita dua model orang yang sangat kontras, orang benar dan orang fasik; sekaligus dua cara orang menjalani hidupnya yakni cara orang benar dan orang fasik. Renungkanlah jalan dari kedua jenis orang ini :

a. Cara orang Fasik
     Cara orang fasik membangun hidupnya berdasarkan Mazmur 1:1 dilukiskan dengan istilah “kumpulan pencemooh”. Cemooh identik juga dengan ‘bibir dolak-dalik’ dan ini berhubungan dengan ‘kata-kata’. Bahwa orang seperti ini, setiap hari selalu ada di antara mereka yang saling “mengatai” bahkan saling menghina. Orang yang dewasa (rohani) tidak akan mengurusi hal semacam itu secara khusus. Mereka yang hobinya mencemooh, cukup diingatkan bahwa perilakunya itu justru menunjukkan kualitas pribadinya yang buruk. Kehadiran kehidupan orang pencemooh selalu mendatangkan ketidak nyamanan bagi orang-orang disekitarnya; selain ia sendiri kehilangan damai sejahtera karena setiap saat; setiap hari pikiran dan perasaannya diliputi oleh hal-hal yang negatif.

b. Cara orang Benar
     Cara orang benar tentu sebaliknya mengatakan dengan apa adanya dan bibirnya jauh dari dolak-dalik.
    Jika kita mendekat kepada Tuhan maka pasti kita akan tahu kehendak Tuhan. Mengerti kehendak Tuhan maka pasti mengerti tentang jalan dan cara mana yang harus kita tempuh dalam menjalani kehidupan jita sehari-hari. Dilain sisi, dapat merasakan ketidaksetujuan Tuhan terhadap ide-ide tertentu yang sempat memasuki pikiran dan hati kita; sehingga otomatis kita menjauhinya.
    Kehidupan yang demikian merupakan ‘pohon yang tertanam ditepi aliran air’; selain hidupnya sendiri disegarkan oleh ‘air kehidupan’; ia juga menjadi berkat bagi orang-orang di sekitarnya.

3. Mengenakan Pikiran Kristus

“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Roma 12:2
Pesan Tuhan melalui gembala sidang kita adalah kita harus mengerti kehendak Tuhan. Dalam banyak hal, kehendak Tuhan ini bertolak belakang dengan kehendak manusia dan akan semakin berbeda jauh. Ketika kehendak manusia tidak ditundukkan di bawah kehendak Kristus, maka kehendak manusia menjadi liar dan tidak terkendali. Situasi semacam ini akan menjauhkan perkenanan Tuhan dari hidup kita.

Itulah sebabnya kita harus memakai pikiran Kristus supaya kita mengetahui manakah kehendak Allah, yaitu apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. Dengan memakai pikiran kita sendiri, kita tidak akan tahu kehendak Allah. Apakah yang akan terjadi jika sudah seperti ini? Kita mungkin kita mempunyai sebuah pendapat yang baik tetapi itu hanyalah good idea dan bukan God’s idea”.

Dalam keadaan seperti ini, manusia sulit membedakan; mana yang merupakan kehendak Tuhan dan mana yang bukan dari Tuhan. Akhirnya, keputusan yang diambil pun bukan keputusan berdasarkan kehendak Tuhan, melainkan kehendak diri sendiri. Ini juga yang ditekankan oleh gembala sidang kita bahwa “Kalau Saudara mau mengetahui kehendak Allah, pakailah pikiran Kristus! Untuk bisa memakai pikiran Kristus, Saudara harus dipenuhi dengan Roh Kudus. Pada waktu kita percaya Yesus, Roh Kudus ada di dalam kita dan memeteraikan kita, selanjutnya Saudara harus meningkatkan kepenuhan Allah Roh Kudus di dalam diri Saudara”.

Seruan untuk tidak meletakkan kehendak diri sendiri atau pikiran sendiri di atas kehendak Tuhan, disampaikan oleh Rasul Paulus dalam Roma 12:2 “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”

Hal itu berkaitan dengan “kebaikan; bahkan keselamatan manusia”, apabila dengan “baik-baik” mendengarkan Tuhan mengenakan pikiran Kristus maka pasti mengerti kehendak Tuhan dan itu akan membawa hidup kita ke posisi “berkenan kepada Allah”.

Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus, Tuhan Allah, Bapa kita yang menghendaki agar kita mengalami multiplikasi dalam pelayanan dan pekerjaan. Namun Ia menghendaki kita mengalami multiplikasi di dalam kehendak-Nya, yakni mengandalkan-Nya, mengikuti nasehat-Nya dan mengenakan pikiran dan perasaan yang terdapat di dalam-Nya.
(NIB)
  

Tidak ada komentar:

Translate